Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak atas penghasilan antara lain sehubungan dengan impor barang/jasa, pembelian barang dengan menggunakan dana APBN/APBD dan non APBN/APBD, dan penjualan barang sangat mewah.

Berikut skema tarif dan dasar pengenaan pajak PPh Pasal 22:



Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain, sebagaimana diatur dalam PMK No. 154/PMK.03/2010 sebagimana telah diubah dengan PMK No. 224/PMK.011/2012, adalah sebagai berikut:

1. PPh Pasal 22 Impor
Kegiatan yang dikenakan (objek pemungutan) PPh Pasal 22 adalah kegiatan impor barang. Subjek yang ditunjuk untuk menjadi pemungut adalah Bank Devisa serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Sedangkan subjek yang dipungut (yang dikenakan PPh Pasal 22) adalah importir yang melakukan impor tersebut, dengan tarif:
  •  yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor;
  • yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor;
  • yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);

2. PPh Pasal 22 Bendahara Pemerintah.
Transaksi yang menjadi objek PPh Pasal 22 adalah kegiatan berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang. Subjek yang ditunjuk untuk menjadi pemungut adalah bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya. Bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS). Atas pembelian barang dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

3. PPh Pasal 22 BUMN
Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, yang meliputi:
  1. PT Pertamina (Persero), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk., PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk., PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Adhi Karya (Persero) Tbk., PT Hutama Karya (Persero), PT Krakatau Steel (Persero); dan
  2. Bank-bank Badan Usaha Milik Negara,
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya dipungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

4. PPh Pasal 22 Industri Tertentu
Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri tersebut dipungut Pajak PPh Pasal 22 sebagai berikut:
  1. Penjualan semua jenis semen sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen);
  2. Penjualan kertas sebesar 0,1% (nol koma satu persen);
  3. Penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
  4. Penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen);
  5. Penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen),
 dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

5. PPh Pasal 22 ATPM
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor dipungut pajak PPh Pasal 22 sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

6. PPh Pasal 22 BBM
Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. bahan bakar minyak sebesar:
  • 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina;
  • 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina;
  •  0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain kepada SPBU dan bukan Pertamina.
2.      bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3.      pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

7. PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul
PPh Pasal 22 Pedagang Pengumpul adalah PPh Pasal 22 yang dikenakan terhadap pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul, yang dilakukan oleh industri atau eksportir sektor perkebunan, kehutanan, pertanian, peternakan maupun perikanan. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, sebesar 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.

8. PPh Pasal 22 Barang Mewah
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 membuat suatu tambahan objek pemotongan PPh Pasal 22. Pasal 22 ayat (1) huruf c memberikan wewenang kepada Menteri Keuangan untuk menunjuk badan tertentu untuk memungut PPh Pasal 22 dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pengenaan PPh ini mulai diberlakukan sejak tahun 2009 berdasarkan PMK Nomor 253/PMK.03/2009 tanggal 4 Februari 2009. Berdasarkan PMK ini, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap penjualan barang yang tergolong sangat mewah berupa:
  • Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari Rp20.000.000.000,00
  • Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10.000.000.000,00
  • Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan lebih dari 500 m2.
  • Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari 400 m2.
  • Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.  
 Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22
  1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas (SKB).
  2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.
  3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.
  4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
  5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos.
  6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.
  7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

Pemungut dan Objek PPh Pasal 22
  1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor barang;
  2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;
  3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;
  4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT. Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari non APBN;
  5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
  6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
  7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul.
  8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.


0 Response to "Pajak Penghasilan Pasal 22"

Posting Komentar